Senin, 27 Juni 2011

Akhirnya Misteri Segitiga Bermuda Terpecahkan

Jakarta (ANTARA News)- Misteri hilangnya beberapa kapal laut dan pesawat terbang di wilayah yang disebut 'Segitiga Bermuda' kini tersingkap sudah.

 

Singkirkan jauh-jauh teori tentang pesawat luar angkasa alien, anomali waktu, piramida raksasa bangsa Atlantis, atau fenomena meteorologis.

Segitiga Bermuda adalah sebuah fenomena gas akut biasa, demikian tulis Salem-News.com.

Gas alam, sama seperti gas yang dihasilkan oleh air mendidih, terutama gas metana, adalah tersangka utama di balik hilangnya beberapa pesawat terbang dan kapal laut.

Bukti dari penemuan yang membawa sudut pandang baru terhadap misteri yang menghantui dunia selama bertahun-tahun itu tertuang dalam laporan American Journal of Physics.

Professor Joseph Monaghan meneliti hipotesis itu ditemani oleh David May di Monash University, Melbourne, Australia.

Dua hipotesis dari penelitian itu adalah balon-balon raksasa gas metana keluar dari dasar lautan yang menyebabkan sebagian besar, untuk tidak mengatakan semua, kecelakaan misterius di lokasi itu.

Ivan T. Sanderson sebenarnya telah mengidentifikasi sona-sona misterius selama tahun 1960-an. Sanderson bahkan menggambarkan sebenarnya zona-zona misterius itu lebih berbentuk seperti ketupat ketimbang segitiga.

Sanderson menemukan bahwa bukan saja Segitiga Bermuda tetapi Laut Jepang dan Laut Utara adalah dua area tempat kejadian misterius sering terjadi.

Para Oseanograf yang menjelajah di dasar laut Segitiga Bermuda dan Laut Utara, wilayah di antara Eropa daratan dan Inggris melaporkan menemukan banyak kandungan metana dan situs-situs bekas longsoran.

Berangkat dari keterkaitan itu dan data-data yang tersedia dua peneliti itu menggambarkan apa yang terjadi jika sebuah balon metana raksasa meledak dari dasar laut.

Metana, yang biasanya membeku di bawah lapisan bebatuan bawah tanah, bisa keluar dan berubah menjadi balon gas yang membesar secara geometris ketika ia bergerak ke atas.

Ketika mencapai permukaan air balon berisi gas itu akan terus membesar ke atas dan ke luar.

Setiap kapal yang terperangkap di dalam balon gas raksasa itu akan langsung goyah, kehilangan daya apung dan tertarik jatuh ke dasar lautan. Jika balon itu cukup besar dan memiliki kepadatan yang cukup, maka pesawat terbang pun bisa dihantam jatuh olehnya.

Pesawat terbang yang terjebak di balon metana raksasa, berkemungkinan mengalami kerusakan mesin karena diselimuti oleh metana dan segera kehilangan daya angkatnya.

Rabu, 15 Juni 2011

Burung Bangau Dan Rubah


Dahulu kala di dalam hutan , tinggallah seekor rubah . Ia gemar membuat hewan lain terlihat dan merasa bodoh. Suatu hari, seekor bangau masuk kedalam hutan. Ia adalah seekor burung yang sangat bijaksana dan sudah pernah berkunjung ke banyak tempat.
Melihat burung itu, rubah merancang rencana jahat,”Lucu juga kalau aku bisa mempermainkan dia ,” pikirnya . Lalu rubah mengundang bengau itu ke rumahnya. Tetapi ketika bangau masuk ke dalam, ia terheran-heran melihat rubah menyiapkan sup di piring yang datar. Tentu ia tidak dapat makan karena paruhnya panjang. Rubah tertawa menghina sambil menghirup habis sup yang lezat itu.
Bangau bertekad untuk memberi pelajaran pada rubah. Ia mengundangnya ke rumah dan menyuguhkan sup di kendi besar yang tinggi. Rubah tidak dapat menikmatinya, dan terduduk dengan lapar sambil menyaksikan bangau menghirup semua sup. Rubah tersadar bahwa ia kena batunya. Menyakiti binatang lain adalah perbuatan yang jahat. Rubah berjanji bahwa mulai saat itu ia akan berbuat baik pada siapa saja.

Abu Nawas Mengguncang Dunia

Abu Nawas Menghadap Raja
“Abu Nawas ! Kali ini ada satu permintaanku kepadamu. Begini, Abu Nawas. Kamu Tahu Dunia ?”Tanya Raja,”Nah, tugasmu sekarang, kamu harus bisa mengguncang dunia,”kata Raja.
            Abu Nawas tertawa terpingkal-pingkal
            “Apa yang kamu tertawakan?”Tanya Raja kesal.
“Hamba ertawa karena ……,”Abu Nawas menahan bicaranya
            “Karna tak mungkin dia bisa melakukannya, Tuanku,”sahut pegawai
“Jika dia tak sanggup , tentu ia harus dihukum,”Kata Menteri ok, Hadrun yang mengikuti pertemuan itu .
“sabar sedikit Hadrun, jika hanya mengguncang dunia , mengapa harus hamba yang melakukannya?
Anak-anak saja bisa mengguncang dunia,”Kata Abu Nawas.
Perintah saja dia untuk membuktikannya, Baginda ! jika dia tidak bisa membuktikan, berarti dia telah menghina paduka. Abu Nawas harus dihukum !” kata Ola Hadrun dengan marah.
“Baik , hamba akan buktikan sekarang juga. Jika terbukti , apa balasan tuan?”kata Abu Nawas sambil mengacung-acungkan  telunjuknya kepada Hadrun
“Oooooo jika uang aku tidak membutuhkannya, cukuplah dengan kamu berjalan merangkak dari tempat aku membuktikannya. Ya, merangkak menuju istana.”Bagaimana ? “jawab Abu Nawas
“Baiklah ! teriak Ola Hadrun tak sabar
“Sekarang juga hamba akan membuktikan,”Kata Abu Nawas.
            Kemudian ia keluar dari istana diikuti Baginda Raja, Ola Hadrun, dan para pengawal. Setiba di pondoknya , Abu Nawas memanggil anak-anak asuhnya yang sedang asik bermain. Kemudian, Abu Nawas berjalan menuju meja. Anak-anak itu mengiringinya. Diatas meja itu terdapat bola dunia, yang ukurannya tiga kali lebih besar dari kepala Abu Nawas. Abu Nawas pun mulai memegangnya.
            “ Kalian tahu, Anak-anakku, bola apakah yang ku pegang ini ? tanya Abu Nawas, kepada anak-anak.
            “ Bola Dunia ! “ teriak Anak-anak itu hamper serentak.
            “ Nah, sekarang, dihadapan kalian ada Baginda Raja, ada Menteri Ola Hadrun dan para  pengawal,” kata Abu Nawas kepada Anak-anak itu,” Sekarang siapa diantara kalian yang dapat menguncang dunia ini ? “ Tanya Abu Nawas.
            “ Saya ! Saya ! Saya ! “ teriak anak-anak itu serentak.
            “ Nah, Guncanglah ! “ Kata Abu Nawas sambil memberi aba-aba.
            Dalam waktu singkat, anak-anak itu sudah berhamburan mendekati meja alat peraga yang ada diatas meja itu. Mereka ambil, kemudian mereka guncang-guncang secara bergantian.
            ‘ Saya bisa mengguncang dunia, ya, Pak Abu ! Saya bisa !” teriak Mereka.
            “ Ya , kalian bisa mengguncang dunia, Kalian Pintar,” kata Abu Nawas sambil melirik kearah Ola Hadrun.
            Ola Hadrun sangat pucat, tak lama kemudian, Ola Hadrun merangkak berjalan menuju istana . Sementara itu, Baginda Raja hanya tersenyum melihat kecerdikan Abu Nawas.

Selasa, 14 Juni 2011

KISAH SI KANDULOK

1. KANDULOK MENCARI PAK KYAI

'Kandulok ! Kandulok"panggil bapaknya berulang-ulang
"Ya, pak"jawab Kandulok, bergegas-gegas ia menhampiri bapaknya, "Ada apa, pak?" tanya Kandulok pula.
"Begini anakku manis. Sekarang enkau pergi ke rumah pak Kyai. Katakan, besok sehabis lohor pak Kyai diharap datang kesini. Bapak mau mengadakan selamatan !"
"Kyai, pak?" tanya Kandulok perlahan-lahan. Ia berdiri kaku sebagai tombak. Matanya layu memandang Bapaknya.
"Kyai, pak?" Kandulok menanya pula.
"Ya, pak Kyai. Kau tahu siapa yang dinamakan pak Kyai, bukan?"
"Tak tahu pak! Bagaimana rupanya pak Kyai itu, pak?"tanya Kandulok takut-takut.
"Masakan pak Kyai saja kau tak kenal. Engkau sering bermain-main di Mesjid, tetapi engkau tak tahu, siapa pak Kyai itu!"
"Tak tahu, pak! Kalau aku kenal, masakan ....."
"Ah sudah Kandulok. Dengarkan baik-baik. Aku terangkan siapa pak Kyai itu. Kalau engkau sampai di Mesjid melihat ada orang memakai jubah putih, bersorban atau memakai peci hitam, biasanya memegang tasbih, dialah yang dinamakan orang pak Kyai. Engkau mengerti sekarang?"
"Berjubah putih, pak?" tanya Kandulok dengan suara terputus-putus. Memang belum pernah sekalipun ia melihat seseorang berjubah putih di Mesjid.
 Karena itulah ketika Bapaknya mengatakan pak Kyai memakai jubah putih, bersorban dan selalu memegang tasbih ia menjadi heran.
"Kau tahu atau tidak, Kandulok?" tanya bapaknya kesal. Suaranya keras sekali, hingga ibu kandulok yang sedang masak di dapur mendengarnya.
"Aih-aih !ada apa lagi sih pak?" tanya ibu Kandulok.
"Betul-betul anak kita ini bodoh! Sudah aku terangkan berkali-kali ciri-ciri pak Kyai dia tidak mengerti juga!" Kata pak Sadulah kesal.
"Ya sabarlah sedikit, pak! Anak kita berbeda dari anak orang lain. Makin kasar kita berkata-kata makin tak mengerti dia !" Begitulah kata ibu Kandulok meredakan marah suaminya. Dengan penuh kasih, ibunya memperhatikan wajah anaknya yang pucat karena dimarahi Bapaknya.
"Kandulok, kemari anakku sayang.Ibu akan terangkan bagaimana rupa pak Kyai itu. Juga tempat tinggalnya sehari-hari!" kandulok datang mendekati ibunya. Mulutnya dia buka lebar-lebar. Celah-celah giginya yang kekuningan terlihat jelas sekali. Ibunya membelai-belai rambutnya dengan penuh kasih sayang. "Nah Kandulok, besok kita mau selamatan, bapakmu menyuruh engkau panggil pak Kyai, bukan?"
Kandulok menganggukkan kepalanya tanpa berkata-kata sepatahpun.
"Engkau kenal pak Kyai?" tanya ibunya.
"Tidak kenal, bu!' jawab Kandulok perlahan-lahan.
"Nah sekarang ibu akan terangkan ciri-ciri pak Kyai itu. Jika kau datang ke Mesjid, di sana selalu ada pak kyai. Kalau tak salah rumahnya ada  di sebelah kanan mesjid. Orangnya selalu pakai jubah dan sorban putih. Biasanya ia pegang tasbih, karena setiap saat pak kyai berdoa. Jadi kalau lihat orang, semacamitu, dialah yang dinamakan pak kyai, sekarang engkau mengerti, bukan?"
"Mengerti bu!" jawab Kandulok.
"Bagus," kata ibunya pula."Nah kalau engkau sudah bertemu dengan pak Kyaiitu, katakan begini,"Pak Kyai, bapak harap besok datang sehabis lohor ke rumah kai. Karena Bapak hendak mengadakan selamatan!Tak usah engkau tambahi atau kurangi pesan bapakmu itu! Nah, pergilah engkau, jangan sampai terlambat!"
"Baik bu!" jawab Kandulok, lalu pergilah ia. Sementara itu Ibu Kandulok memperhatikan benar-benar langkah anaknya sampai hilang dari pandangannya. Dengan menarik nafas dalam-dalam, ibu Kandulok berkata, "Pak , kasihan betul nasib anak kita yang sangat bodoh itu!"
"Apakah aku salah, kalau aku marahi dia tadi?" jawab pak Sadulah memutus perkataan istrinya. Lalu sambungnya pula, "Berkali-keli aku terangkan, hingga kaku mulutku, tetapi dia tidak mengerti juga. Jika engkau tak lekas datang, mungkin sekali tanganku telah melayang di kepalanya!"
Dengan nada sedih isteri pak Sadulah menjawab,"Ya, apa hendak dikata, anak tunggal kita telah ditakdirkan mempunyai otak tumpul!"
setelah hening sejenak pak Sadulah berkata,"Walaupun umur anak kita hampir 14 tahun, tetapi engkau dengar sendiri tadi----ia belum kenal pak kyai. Di sekolah? Waduh, dia terbilang anak yang bodoh sekali. Aku seringkali ditegur gurunya, supaya aku ikut mengajar dia di rumah. Kau mau tahu bagaimana keadaan anak kita di pengajian? Kawan-kawannya sudah pandai membaca Al-Qur'an, tetapi Kandulok belum dapat mengenal huruf. Sekali pernah aku ajak dia bekerja di sawah. Kau tahu apa kerjanya disana? Bukan membantu aku, melainkan hanya memandang burung-burung yang berterbangan, atau memetik-metik bunga padi. Ya, aku tak tahu, bagaimana nasibnya kelak!"
Betapa pedihnya hati ibu kandulok, tak dapat dilukiskan. Ia berdoa, semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan rahmat-Nya, agar anaknya menjadi anak yang berguna untuk Nusa dan bangsa kelak. Sementara itu Kandulok telah sampai di masjid. Matanya tajam memperhatikan tiap-tiap orang yang lewat. ia masih mencari-cari dimana tempat tinggal pak kyai.
"Apa kata ibuku tadi? O, ya,ia selalu ada di Mesjid, pakai jubah putih," begitu kata Kandulok seorang diri. Ia perhatikan sungguh-sungguh ruang mesjid. Tetapi ia tak bertemu dengan orang berjubah putih. Ketika ia keluar mesjid, terlihat olehnya seiringan burung bangau, "Nah, apa ini yang dinamakan pak kyai? Tidak salah lagi. Mereka berjingkrak seperti anak kecil minta dibelikan gula-gula di warung.
"Pak kyai!" teriak Kandulok sambil mendekati burung-burung bangau itu. "Ho, mengapa mereka tak mau berhenti? Apa ada orang lain yang mau berkenduri pula?" pikir Kandulok.
"Pak Kyai, pak Kyai!!" Teriak Kandulok berulang-ulang. "Bapakku .....!" Belum lagi habis Kandulok berkata-kata semua burung bangau itu terbang, Mungkin sekali burung-burung itu terkejut mendengar suara Kandulok seperti bunyi kaleng pecah. Kandulok tak putus harapan. Sekali lagi ia berteriak sekuat tenaga,"Pak Kyai, pak kyai. Di rumah mau selamatan ...!"
Burung-burung bangau tadi tak menghiraukan teriak Kandulok. Makin dikejar-kejar, makin tinggi terbang burung-burung itu. Hilangkah semua harapannya. Kesal hati Kandulok buka main. lama ia berdiri di tempat itu, sampai burung-burung itu menghilang dari penglihatannya.
"Ya, bagaimana harus kukatakan kepada Bapakku nanti?" Keningnya ia tutupi denga telapak tangan kiri seakan-akan ia sedang berpikir. Sambil memikirkan apa yang akan dia katakan nanti, pulanglah ia.
Untung baik juga bagi Kandulok. Kebetulan sekali bapaknya tidak ada dirumah. Jadi di rumahnya hanya ada ibunya saja.
Ketika ibunya melihat wajah anaknya yang berseri-seri, dia sangka si Kandulok berhasil berjumpa dengan pak Kyai.
"engkau bertemu dengan pak Kyai?" tanya ibunya ingin tahu.
"Sudah bu!Aku sudah bertemu dengan pak kyai. Pesan Bapak sudah kusampaikan. Tetapi .... "
"Tapi bagaimana, anakku sayang?" tanya ibunya kandulok perlahan-lahan.
"Pak kyai tak menjawab apa-apa, bu. Malahan waktu aku hampiri, mereka takut. Lalu mereka terus terbang dan menghilang di sawah. Apa pak kyai dapat terbang, bu?" tanya Kandulok.
"Pak kyai terbang ke sawah?" tanya ibunya heran. Kandulok diam saja. Lalu ibunya berkata," Coba kau ceritakan sekali lagi dimana kau berjumpa pak kyai itu. Dan apa sebabnya ia terbang ke sawah. Ibu tak mengerti maksudmu!"
Kandulok mundur beberapa langkah. Ia bingung apa yang hendak dia ceritakan. Setelah berkali-kali didesak, akhirnya Knadulok menceritakan juga pertemuannya dengan "Pak kyai". Katanya,"Sesudah lama aku menunggu lama di depan masjid, lewat segerombolan "pak kyai". Aku pikir mereka baru sembahyang. Sebab pak kyai itu masih memakai jubah putih. Aku hampiri salah seorang "pak kyai" itu. Aku katakan sekuat-kuatnya pesan Bapak, hingga orang-orang yang mendengarnya menertawakan aku. Tetapi Pak kyai diam saja. Malahan mereka berjalan lebih cepat lagi."
"Lalu apa yang kau lakukan?" tanya ibunya. Bibirnya dirapatkan karena menahan tawa.
"Aku perhatikan mereka. Aku lihat pak kyai itu turun lagi. Lalu mereka pergi kesawah beramai-ramai. Barangkali di sawah ada orang yang selamatan juga, bu!"
"Aduh, aduh. itu bukan pak kyai, melainkan burung bangau, kandulok. Bapakmu tentu marah, kalau ia mendengar ceritamu itu. Ayo, cepat-cepat kau pergi ke masjid lagi. Barangkali pak kyai sudah ada di sana, sebab sebentar lagi tiba waktu asyar!" kata ibunya.
"Asyar , bu? Di mana tempat tinggal pak asyar?" tanya Kandulok heran.
"Bukan pak asyar yang harus kau cari, Kandulok. Asyar yang aku maksudkan yaitu waktu sembahyang sesudah lohor," jawab ibu Kandulok dengan lemah-lembut. "Nah, cepat-cepatlah kau pergi. Sebentar lagi bapakmu pulang. Kalau ia tahu engkau belum bertemu pak kyai, tentu ia marah!"
Kandulok diam saja. Ia berdiri tegak seperti tonggak. Mungkin ia bimbang, apakah ia akan bertemu dengan pak kyai atau tidak.
"Bagaimana Kandulok? Apa engkau mau pergi apa tidak! Ibu khawatir bapakmu akan marah nanti. Pergilah segera. dan engkau masih ingat ciri-ciri pak kyai itu, bukan? O, ya, ibu tambah lagi ciri-ciri pak kyai itu! Engkau pernah mendengar orang membaca doa, bukan?"
"Pernah, bu!" jawab Kandulok cepat.
"Nah, orang-orang yang semacam itu patut engkau undang. Mereka dapatjuga dianggap pak kyai, walaupun belum  menjadi kyai yang sebenarnya!"
"Baiklah kalau begitu, bu!" jawab Kandulok, lalu ia pergi ke mesjid lagi. "Sayang, kalau tadi ibu katakan tidak semua kyai pakai jubah, dan asal dapat membaca doa saja, tentu mudah aku mencari dia!" pikir Kandulok.